Dalam rangka memperkuat analisis perencanaan ekonomi makro untuk perencanaan pembangunan, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional menyelenggarakan Webinar Outlook Perekonomian Global dan Indonesia pada hari Kamis, 20 Agustus 2021.
Saya berkesempatan mengikuti webinar tersebut dan artikel ini merupakan resume acara tersebut yang berhasil saya catat.
Acara tersebut didokumentasikan dengan baik di video Youtube berikut:
Webinar Outlook Perekonomian Global dan Indonesia – YouTube
Buat yang tidak sempat menonton, saya menulis resume ini, tetapi harap maklum jika tidak sempat saya catat semuanya.
Ada 5 orang pembicara dalam acara tersebut, yaitu:
- Amalia Adininggar Widyasanti, S.T., M.Si., M.Eng., Ph.D. (Deputi Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas).
- Eka Chandra Buana (Direktur Perencanaan Makro dan Analisis Statistik Kementerian PPN/Bappenas).
- Tom Rogers (Senior Economist Oxford Economics).
- Sung Eun Jung (Senior Economist Oxford Economics).
- Dr. Aviliani (Senior Researcher INDEF).
Beberapa hal yang dapat saya catat pada acara tersebut antara lain:
Deputi Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas menyampaikan perihal pandemi Covid-19 yang masih menjadi permasalahan di seluruh dunia serta perlunya menganalisis outlook perekonomian global dan Indonesia guna menyusun kerangka ekonomi makro Indonesia.
Beliau juga menyampaikan hasil proyeksi IMF bahwa perekonomian global akan tumbuh 6% di tahun 2021 dan 4,4% di tahun 2022.
Negara-negara di dunia akan mengalami pemulihan ekonomi, akan tetapi tergantung pada upaya apa yang telah dilakukan masing-masing negara.
Sehingga dapat dikatakan akan terjadi pemulihan yang uneven alias tidak merata.
Sehubungan dengan hal tersebut perlu adanya redesain pemulihan ekonomi nasional.
Direktur Perencanaan Makro dan Analisis Statistik Kementerian PPN/Bappenas menyampaikan laporan BPS angka pertumbuhan ekonomi triwulan II tahun 2021 sebesar 7 persen (y-on-y).
Tom Rogers menyampaikan antara lain:
- Di beberapa negara mulai terjadi penurunan kasus varian delta. Memang masih tetap tinggi, akan tetapi kasus-kasus tersebut mulai menurun sejak puncak yang terjadi beberapa waktu lalu.
- Jika kita melihat data vaksinasi dan upaya lockdown, maka terlihat beberapa negara mulai melakukan apa yang dijanjikan yaitu hidup bersama Covid-19 dan membuka perekonomian selama mereka tidak melihat sistem kesehatan di negara mereka kewalahan.
- Terkait varian delta, secara individual ada negara yang terdampak lebih parah dibanding yang lain. Secara agregat pertumbuhan ekonomi global mengalami rebound akan tetapi bergantung seberapa baik program vaksinasi di setiap negara.
- Amerika Serikat mengeluarkan paket paket stimulus sangat tinggi yaitu seperempat dari PDB dan itu belum pernah terjadi sebelumnya, sehingga konsumen merasa percaya diri karena terlihat pemerintah mendukung dunia bisnis. Berbeda dengan negara berpendapatan rendah dan menengah yang stimulusnya tidak sebesar itu, sehingga wajar konsumen di negara berpendapatan tinggi mereka lebih percaya diri belanja.
- Adanya ancaman keterbatasan kapasitas yang dialami industri.
- Terjadinya lonjakan biaya logistik bisa menghambat pemulihan. Kabar baiknya, dunia bisnis terlihat meningkatkan investasi mereka. Mereka melihat adanya demand yang lebih tinggi dan mereka percaya diri akan adanya pemulihan, sehingga mereka pun menambah investasi mereka.
- Mengenai apakah Indonesia harus menguatkan atau mengurangi pembatasan, Tom Rogers menyampaikan bahwa beliau masih melihat adanya beberapa hal terkait kesehatan masyarakat Indonesia yang perlu diperbaiki, sedangkan di beberapa negara lain mungkin masalah tersebut tidak sebesar di Indonesia sehingga mereka bisa mengurangi pembatasannya.
Pembicara selanjutnya, Sung Eun Jung menyampaikan bahwa sejak Mei 2021 kasus positif naik namun turun setelah bulan Juli 2021.
Sebagian besar negara di Asia Tenggara mengalami keparahan, dan indonesia telah melalui itu.
Tingkat testing yang rendah menyebabkan hasil positif yang lebih tinggi.
Karena kenaikan varian delta global maka indonesia memerlukan vaksinasi. Saat ini Indonesia telah mencapai 10 persen penduduk yang divaksin dari total sasaran.
Vaksinasi memiliki peran penting di mana tingkat vaksinasi yang tinggi akan dapat mengurangi pembatasan.
Meski demikian ambang batas masing-masing negara berbeda-beda, mungkin ada negara yang tidak mentolerir kasus positif sama sekali, ada negara yang 50 persen tervaksinasi dianggap sudah cukup, ada yang menganggap harus 70 persen.
Selain vaksinasi, pelacakan dan tes juga diperlukan. Ini untuk menentukan siapa yang perlu dikarantina tanpa harus mengkarantina secara luas.
Dr. Aviliani menyampaikan antara lain:
- Sekarang ini hendaknya kita melihat mikro untuk mendukung makro.
- Kelas atas di Indonesia besarnya 20 persen dengan kontribusi untuk pengeluaran sebesar 47%. Sedangkan kelas menengah kontribusinya 35% dan kelas bawah kontribusinya 17%, sehingga ketika pemerintah ada program BLT maka kontribusinya hanya 17%, sehingga pemerintah pun menambahkan ketegori penerima BLT kepada orang yang kena PHK yaitu sebanyak 5 juta orang. Akan tetapi ada banyak orang yang bekerja di sektor informal sehingga tidak terdeteksi pada kelas bawah maupun yang terkena PHK tersebut. Oleh karena itu yang perlu dilakukan adalah perbaikan data atau pemanfaatan data yang sudah ada seperti data desa, kelurahan, kecamatan, karena ini akan mempengaruhi konsumsi kelas bawah dan menengah.
- Kelas atas rata-rata menyimpan dananya di bank, artinya konsumsi masyarakat kelas atas yang paling tinggi justru tidak keluar karena masuk ke sektor perbankan. Uangnya ada tetapi tidak dibelanjakan.
- Kelas atas biasanya lebih takut Covid-19, sehingga mereka akan berhati-hati, oleh karena itu hendaknya prokes diberlakukan meski tidak sedang PPKM sehingga mereka lebih yakin untuk belanja.
- Perlu dicari sektor mana yang bisa digenjot, menurut beliau pariwisata adalah yang paling mungkin. tapi justru di pandemi ini pariwisata yang paling kena, maka bagaimana agar sektor pariwisata ini cepat tumbuh namun dengan tetap menjaga prokes.
- Pengeluaran pemerintah menjadi motor penggerak dalam kondisi ketidakpastian, oleh karena itu prosesnya perlu disesuaikan dengan kondisi pandemi, sebagai contoh proses pengalihan anggaran pemerintah yang memerlukan waktu.
- Stimulus perlu melihat faktor yang memiliki multiplyer ekonomi.
- Perlu menetapkan kebijakan investasi pada beberap sektor dan subsektor yang memiliki daya saing tinggi.
- Ke depan sektor informal akan naik karena beberapa generasi milenial lebih memilih untuk bekerja di sektor informal dan ini harus terdata dengan baik.
Demikian catatan ini, semoga bermanfaat.
Untuk memperoleh pengetahuan, wawasan, dan informasi lebih lanjut silakan melihat pada video yang tautannya (link) saya cantumkan di atas.
Sedangkan untuk mengunduh bahan Webinar terebut bisa melalui tautan berikut.
DOWNLOAD
Jika link tersebut tidak berfungsi/mati atau jika menemukan kesulitan silakan memberitahu melalui formulir komentar.
Sebagai penutup catatan ini, penulis ingin mengajak pembaca bersama-sama memperbanyak istighfar, semoga Allah memudahkan urusan kita dalam situasi perekonomian dunia seperti apa pun.
ArahIndustri.ID